Tuesday, February 16, 2016

guru ngaji move on karna perubahan jaman modern



Guru ngaji 

 

Dipemukiman saufi mengontrak rumah ternyata belum ada guru mengaji. Banyak orng tua mengeluh lantaran anak mereka banyak yang belum bisa mengaji.padahal, beberapa tahun terakhir pemerintah daerah mewajibkan agar khatam alquran pada setiap peserta didik. Keadaan begini tenyu saja tidak boleh dibiarkan terus berlarut.
                Menangkap keprihatinan dan keluhan warga, pak RT kemudian berinisiatif mendatangi saufi. Ia tahu bahwa dulu nya anak itu adalah alumni disebuah pesantren di kota banjarbaru. Sekarang melaksanakan kuliah di tarbiah IAIN Antasari. Pasti dia tidak keberatan untuk meluangkan waktu untuk mengajari anak-anak komplek untuk mengaji.
                Semula saufi saufi menolak karna dia tak yakin mampu mengemban tugas tersebut, tapi pak RT terus membujuknya.
                “kalau bukan kamu, siapa lagi yang dapat diharapkan? Ingat, ini kesempatan kamu untuk mengamalkan ilmu yang pernah kamu pelajari di pesantren. Nak naufi pasti paham , ilmu yang tak di amalakan diibaratkan pohon yang tak berbuah.”
Saufi masih diam, mungkin tengah berfikir dan mempertimbangkan tawaran tersebut.
                “lagi pula saya kira jadwal kuliahmu tidak terlalu padat. Dari pada waktu kamu terbuang, lebihbaik digunakan untuk kemaslahatan. Selain itu, nanti kamu akan dapat gaji. Lumayan buat tambahan uang belanja. Namun selain itu, niatkan untuk membantu masyarakat sekitar sini. Dan dengan sendirinya kamu akan mendapa ganjaran dari Tuhan,” ucap pak RT.
                Saufi menggut-manggut, tapi, ia belum member jawaban.
‘bagaimana, nak suaufi? Bersediakan ?!!” desak pensiunan pegawai BKKBN itu.
                “baiklah,” akhirnya saufi menambil keputusan yang membuat pak RT tersenyum lebar.
                Untuk sementara lokasi pengajian meminjam beranda mesjid setempat. Jika dengan pengambangan berikut memungkinkan, baru nanti dibangun gedung TK/TPA. Tapi itu perlu proses. Biarlah tahap awal ini meminja hakaman mesjit terlebih dahulu.
                Karna memang sudah lama dinanti-nanti, para orang tua antusias mendaftarkan aanaknya ikut mengaji. Suasana menjid pun berubah menjadi lebih hidup. Setiap sore, tepatnya ba’da ashar, riuh oleh suasana suara anak-anak yang sedang mengaji, apalagi saufi cukup pintar melakukan pendekatan, sehingga anak-anak cukup bersemangat mengeja dan menghapal huruf hizaiyah.
                Warga juga turut senang. Kini mereka tak perk=lu khawatir lagi anak mereka tak bisa mengaji. Semua berkat andil saufi. Merekapun salut dan menaruh hormat pada anak muda itu- entah siapa yang memulai kemudian berangsur memanggilnya ustadz saufi.
                Tak terasa enam bulan berlalu. Sebagian besar para santri sudah lancer mengaji. Walau masih perlu ditingkatkan lagi sampai betul-betul menguasai tajwied. Ustadz saufi cukup puas, pengabdiannya membuahkan hasil yang cukup memuaskan dan menggembirakan.
                Tapi ternyata keadaan itu tak berlangsung selamanya. Beberapa bulan kemudian para santri mulai malas turun mengaji. Terutama hari senin, rabu, dan sabtu yang dating dapat dihitung dengan jari tangan. Ustadz saufi berdiri sempat heran. Setelah diselidiki, rupanya hari itu anak2 lebih memilih les bahasa inggris ketimbang ngaji. Saufi hanya bisa mengelus dada sambil membaca istigfar, anak-anak tak bisa disalahkan karna mereka mengikuti arahan dari orang tuanya.
                Tak ingin jumblah santrinya kian hari makin merosot, dalam satu kesempatan dihadapan para orang tua ustadz saufi pu mencoba mengingatkan.
                “belajar bahasa asing itu memang penting, makanya ulun jua memilih kuliah bahsa inggris, apalagi jaman global sekarang, kemampuan bahasa inggris sangat diperlukan. Tapi, jauh lebih penting lagi belajar alquran karena ini untuk bekal kehidupan akhirot. Setiap muslim seyogyanya, bahkan pandai mengaji supaya mengerti petunjuk dari allah. Sedangkan bahasa inggris cuman sebatas pengetahuan dunia,” ujarnya.
                Para orang tua dian mendengarkan. Dian tara mereka mulai menebak arah pembicaraan ustadz saufi tampak menundukkan wajah.
“terus terang belakangan ini ulun merasa sangat sedih karena para santri tidak begairah mengaji seperti pertama kali dulu mengaji. Mereka lebih senang les bahasa inggris dari pada mengaji, bahkan sekarang, maaf, banyak yang nunggak bayar SPP yanf Cuma 20.000 rupiah perbulan, sedangkan biaya les yang 150.000 rupiah perbulan tidak pernah telat.”
                Mereka yang merasa tersindir, tertundu semakin dalam.
                Ulun berharap setelah pertemuan ini anak-anak rajin kembali mengukuti pengajian. Semua ini untuk kebaikan kita bersama,” ucap saufi mengakhiri curhatnya.
                Besoknya, ruang ngaji kembali sepi. Ternyata imbauan kemaren sama sekali tidak di gubris dan di tanggapi.
Saufi tampak murung. Dan sungguh tak habis fikir, mengapa sulit sekali mengajak kebaikan. Padahal, demi kepentingan mereka juga.
                “ternyata jaman sekarang menjadi guru mengaji bkanlah pulihan yang mudah. Lebuh serung makan hati,” gumamnya.
                Melihat wajah saufi diselimuti kabut, asnan, temannya satu kontrakan, mencoba menawarkan alternative.
                “buat apa kamu terlalu peduli, sedangkan mereka sendiri menganggap kurang penting. Mending kamu seperti aku mengajar ditempat kursus. Gajinya empat kali lipat, bahkan mungkin dapat lebih seperti seorang guru mengaji.”
                “ini bukan masalah financial. Tapi, lebih kepada …”
                “ah, tidak usah terlalu idealis lah kawan, kalau orang tua meraka saja tidak menaruh perhatian serius untuk menyuruh anaknya mengaji, lalu apa yang akan kamu lakukan?, memaksa ? ya, tidak bisa!”
                Saufi mencoba tetap bertahan. Siapa tau aka nada perubahan. Barangkali perlu kesabaran ekstra. Sekali lagi mereka melakukan pendekatan kepada santri dan orang tua. Tapi hasilnya sama saja nihil..
                Akhirnya tidak ada pilihan lain, saufi menghadap pak RT. Ingin mundur sebagi guru mengaji. Ia minta minta maaf karna tak bisa memenuhi harapan beliau, keputusan sudah bulat tidak bisa dicegah lagi.
                Mungkin karena malu atau tidak enak dengan warga, kemudian saufi pindah kontrakan.
                Kini mesjid yang dulu tempatnya mengajar ngaji terasa sepi. Setiap sore tak ada lagi suara santri-santri membaca dan menghapal huruf hizaiyah.
                Semantara dilokasi kontrakan yang baru saufi beralih frofesi sebagai pengajar bahasa inggris. Sekarang anak-anak bukan memanggilnya ‘ustadz’ melainkan Master saufi.()

created by  :
Aliansyah jumbawa


No comments:

Post a Comment